Tuesday, April 04, 2006

Belajar dari Daun

Perhatikanlah hikmah daun! Anda jumpai dalam satu daun terdapat sejumlah serat memanjang yang amat mengagumkan bagi yang melihat. Ada yang besar‑besar, panjang, dan lebar. Ada yang kecil‑kecil, terselempit di antara yang besar‑besar tersebut, tersusun dengan rapi dan menakjubkan. Kalau yang membuatnya manusia, setahun penuh satu daun tidak selesai. Tentu mereka memerlukan alat‑alat dan proses pengolahan yang kapasitas mereka tidak mampu menghasilkannya. Tapi Allah SWT, Sang Maha Pencipta dan Maha Tahu, dalam sekejap saja menebarkan daun‑daun yang memenuhi bumi, dataran rendah dan pegunungan, tanpa alat atau pembantu. Yang berlaku hanya kehendak‑Nya yang pasti terlaksana dalam sagala hal, dan kekuasaan‑Nya yang tak terhalangi.

“...Sesungguhnya perintah‑Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah! maka terjadilah ia’” (Yaasiin: 82)

Sekarang perhatikan hikmah serat‑serat yang ada di daun. Mereka menyirami daun dan menyuplai bahan makanan ke sana sehingga mempertahankan hidup dan kesegarannya seperti urat‑urat yang tersebar di badan yang mengantarkan makanan ke setiap bagian tubuh. Perhatikanlah kemampuan serat‑serat yang besar dan keras yang menjaga daun agar tidak robek dan lapuk. la berfungsi seperti otot dan. urat bagi badan hewan.

Kemudian perhatikan hikmah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Tahu dalam menjadikan daun itu sebagai hiasan bagi pohon, penutup dan baju bagi buah, serta melindunginya dari hama yang menghalangi kesempurnaannya. Karena itu, apabila pohon ditebas daunnya, maka buahnya rusak, tidak dapat dimanfaatkan. Lihat bagaimana daun dijadikan sebagai pelindung bagi tunas tumbuhnya buah yang lemah dari kekeringan. Apabila buah telah jatuh, daun tetap ada di sana sebagai pelindung dahan dari panas (matahari). Hingga apabila bara itu telah padam dan tidak membahayakan dahan‑dahan, daunnya berguguran agar setelah itu mengenakan baju baru yang lebih indah. Maha Besar Allah yang mengetahui tempat dan waktu jatuh dan tumbuhnya daun‑daun itu. Tidak ada daun yang tumbuh kecuali dengan izinNya, dan tidak ada yang jatuh kecuali sepengetahuan‑Nya.

Di samping itu, kalau saja manusia menyaksikan sedemikian banyak daun itu bertasbih kepada Tuhannya bersama buah‑buahan, dahan‑dahan, dan pohon‑pohon, tentu mereka menyaksikan hal lain dari keindahannya itu. Mereka tentu akan melihat penciptaannya dengan pandangan lain, dan pasti mereka tahu bahwa itu semua diciptakan untuk manfaat yang besar, tidak diciptakan dengan sia‑sia. Allah SWT berfirman,

“Dan tumbuh‑tumbuhan dan pohon‑pohonan kedua‑duanya tunduk kepada-Nya.” (ar‑Rahmaan: 6)

An‑najm adalah tanaman yang tidak berbatang, sedang asy‑syajar adalah yang punya batang. Semuanya sujud dan bertasbih kepada tuhan.

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan, tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji‑Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (al‑israa': 44)

Mungkin Anda termasuk orang yang terlalu tebal hijabnya sehingga berpendapat, arti 'tasbiih' dalam ayat di atas adalah mereka jadi bukti atas pencipta. Ketahuilah, pendapat ini tampak kesalahannya dilihat dari tiga puluh aspek yang sebagian besar telah kami sebutkan di tempat lain. Tidak ada di dalam logat bahasa mana pun bukti atas pencipta dinamakan dengan tasbzih, sujud, shalat, ta'wiib, dan hubuth mill khasyyatihi seperti disebutkan Allah SWT dalam kitab‑Nya. Kadang Allah SWT menyebutnya tasbiih, kadang sujud, kadang dengan shalat. Seperti firman‑Nya,

“Dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing‑masing telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya. “ (an‑Nuur: 41)

Apakah akalmu menerima kalau ayat itu diartikan, "Allah telah mengetahui bahwa mereka adalah bukti atas diri‑Nya", padahal Dia menyebut bukti itu dengan shalat dan tasbiih, membedakan keduanya dan menyambung shalat dan tasbih dengan kata sambung ‘dan’.

Kadang Allah SWT menyebutnya dengan tawib seperti dalam firman‑Nya,

“Hai gunung‑gunung, bertasbihlah berulang‑ulang bersama Daud.” (Sabaa': 10)

Kadangkala Allah menyebutnya dengan tasbiih yang khusus pada waktu tertentu, seperti senja dan waktu terbit matahari. Apakah mungkin mereka jadi bukti atas Sang Pencipta hanya pada dua waktu ini saja? Tentu tidak!

Intinya, kesalahan pendapat seperti ini bagi para pemilik bashirah sangat jelas. Saking jelasnya, mereka tidak perlu menguras tenaga mencari dalil atas kesalahannya. Alhamdulillah.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home