Wednesday, February 08, 2006

Hijrah Bukan Uzlah

Permulaan kalender Hijriyah sebagai tahun baru Islam ditetapkan pada masa Khalifah Islam kedua, yaitu Umar bin Khattab. Tahun baru Islam dimulai sejak hijrah Rasulullah SAW bersama para sahabat dan pengikutnya dari Makkah ke Yastrib (Madinah).

''Peristiwa hijrah memisahkan antara yang hak dan yang bathil. Oleh sebab itu abadikanlah dalam rangkaian sejarah,'' tegas Umar tujuh tahun kemudian setelah bermusyawarah dengan sahabat yang lain.

Jiwa, semangat, hikmah, dan relevansi hijrah haruslah dikenang dan dihayati seorang Muslim. Meski kata hijrah secara bahasa berarti pindah, tapi maknanya tak selalu pindah secara fisik.

Dalam konteks kekinian, berhijrah kepada Allah SWT dengan menunjukkan sikap, komitmen, dan identitas keimanannya. Hijrah dalam kategori ini disebut hijrah qalbiyah, hijrah hati atau hijrah mental.

Hijrah juga tak berarti uzlah (mengasingkan diri) dari masyarakat. Seorang Muslim tetap bergaul dengan manusia lainnya, tapi tidak terlibat atau melibatkan diri dalam perbuatan yang tidak baik atau merusak. Bahkan, berupaya untuk mencegah dan memperbaiki kerusakan di masyarakat.

Hijrah hati berlaku sepanjang masa. ''Seorang muhajir (orang yang berhijrah) ialah yang hijrah dari segala perbuatan yang dilarang Allah.'' (HR Bukhari).

Hijrah seperti yang dilakukan Rasulullah SAW sudah tidak ada lagi setelah fathul Makkah. Tetapi hijrah dari segala yang dilarang Allah SWT kepada yang diridhai-Nya, hijrah dari maksiat ke taat, hijrah dari kejahatan ke kebaikan, hijrah dari sistem ekonomi ribawi ke sistem ekonomi yang Islami, hijrah dari perpecahan kepada persatuan dan ukhuwah Islamiyah, hijrah dari pandangan hidup sekuler ke pandangan hidup Islam, tetap diperlukan sepanjang masa.

Buya Hamka pernah mengatakan, melihat keadaan sekarang ini, di mana pedoman kehidupan sudah kabur, nilai yang benar dan yang salah kadang kacau balau, yang hak dan yang bathil sudah tak tentu ujung pangkalnya, umat Islam harus hijrah.

Kemana harus hijrah? Dalam Alquran dikatakan (ucapan Nabi Luth), ''Saya hijrah kepada Tuhanku.'' (QS Al-Ankabut: 26). ''Hatiku sudah tidak lekat lagi kepada yang munkar, yaitu segala yang berlawanan dengan kehendak Allah SWT dan Rasul-Nya,'' ujar Hamka.

Hijrah hati, kata Ibnu Qayyim al Jauziyah dalam Thariqul Hijratain, dalam kehidupan dan perjuangan Muslim, selalu menempuh dua jalan hijrah. Pertama, hijrah kepada Allah SWT dengan mendekatkan diri (taqarrub) kepada-Nya, mencintai-Nya, berbakti kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya, berdoa, dan mengharap hanya kepada-Nya. Kedua, hijrah kepada Rasul SAW, dengan mengikuti langkah-langkah dan perjuangannya. Selamat Tahun Baru 1427 Hijriyah.

Oleh : M. Fuad Nasar

Sumber : Republika Online


0 Comments:

Post a Comment

<< Home